Personal Branding

Weekend telah tiba. Menikmati waktu lebih rileks. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.

Sebenarnya setiap diri kita itu ada “brand” nya di mata orang lain. Entah baik atau buruk, itu kita tidak bisa mendikte pemikiran orang lain. Versi saya, kalau ingin diidentifikasi sebagai pribadi yang baik, ya kita harus jadi orang baik sesuai standar dan aturan yang berlaku secara umum di tempat kita masing-masing.

Mari kita ingat produk-produk berikut ini. Biasanya kita selalu “salah” menyebutkan identitas mereka 😀

  1. Semua pasta gigi: Odol
  2. Semua kendaraan bermotor: Honda
  3. Semua mie instant: Indomie
  4. Semua pompa air: Sanyo
  5. Semua air mineral kemasan: Aqua
  6. Semua ikan kalengan: Sarden
  7. Semua susu kemasan: Indomilk
  8. Semua pembalut wanita: Softex

Dst.

Ada lagi 🤔 Pasti masih ada banyak ya brand-brand yang digunakan sebagai penyebutan “produk” seperti Aqua Le Mineral… Odol Pepsodent, dll. Tapi apapun itu, sebenarnya ini adalah keberhasilan brand mengangkat dirinya sebagai pelopor produk yang tidak tergantikan, meski pesaingnya terus bermunculan; toh mereka tetap eksis.

Kita pun setipe. Kalau kita bisa membranding diri sebagai orang yang baik, insyaallah hidup kita juga akan lempeng saja. Jadi terkenal (mungkin) penting, tapi dikenali dan diidentifikasi sebagai orang baik, versi saya jauh lebih penting. “Identifikasi baik” adalah modal yang tidak bisa dialihpindahkan ataupun dicuri oleh orang lain.😊🙏

Ari Kinoysan Wulandari

Bikin Karakter dalam Novel

Pesan buku cetak dan bertandatangan bisa wa.me/6281380001149.

“Kenapa membuat karakter sulit?”

“Tidak sulit. Hanya belum terbiasa. Kalau mau mudah, ambil karakter-karakter yang ada di sekitar kita. Atau ikuti caranya Alfred Hitchcock berikut ini.”

  1. Ambil setumpuk kartu berukuran 10 x 10 cm (bisa berapa saja sesuai kesenangan).
  2. Tulis masing-masing nama karakter anda di bagian atasnya.
  3. Pikirkan peranan apa yang akan dimainkan mereka dalam cerita anda.
  4. Tipe orang seperti apa mereka: usia, pendidikan, tempat kelahiran, keras kepala, lucu, gemuk, jelek, ganteng, cantik, dll.
  5. Apa kebiasaan unik mereka? Apakah mereka biasa mencuci tangannya setiap ketemu orang? Apa mereka suka melihat sesuatu yang aneh? Apa mereka baik hati terhadap anak-anak, tapi senang menyiksa binatang?
  6. Tuliskan semuanya. Tuliskan sebanyak-banyaknya sampai anda mulai mengenal masing-masing karakter tersebut secara mendalam.

Nah, selesai sudah dalam membuat karakter 🙂

Beberapa dari karakter tersebut akan menjadi tokoh utama, ceritanya akan berkisar di sekitar mereka.

Karakter lainnya akan memainkan sedikit peran, tapi sangat penting. Setiap pemain harus memiliki alasan mengapa mereka hadir dalam cerita tersebut. Jika tidak mempunyai alasan mengapa harus hadir dalam novel anda, mereka akan memperlambat cerita anda.

Hal-hal yang sifatnya lambat akan membuat pembaca bosan.

Ari Kinoysan Wulandari

Disiplin untuk Penulis

Buku bisa diakses di amazon.com.

Bukan hal yang mudah untuk disiplin, terlebih di kalangan penulis yang mencintai kebebasan. Namun kita semua tahu, tidak ada satu karya pun yang bisa dihasilkan dari menulis tanpa disiplin yang baik.

Berikut ini hal-hal yang berkaitan dengan disiplin yang dapat kita jadikan acuan untuk “mendisiplinkan” diri sendiri. Terutama bila anda ingin menyelesaikan tulisan-tulisan berat dan berbobot.

  1. Mendisiplinkan orang lain jauh lebih mudah daripada mendisiplinkan diri sendiri. Apalagi untuk menulis.

10-30 menit sebenarnya bukan waktu yang lama untuk menulis setiap hari. Namun toh untuk disiplin itu, sulitnya tidak terbantahkan.

  1. Sementara kita sudah membuat kerangka kerja, kalau kita tidak mau disiplin ya tetap saja naskah tidak jadi.

Disiplin diri ini tidak hanya ketika mulai untuk menulis. Namun dalam proses menulis pun tidak sedikit gangguan disiplin muncul.

Saya pun sering tidak disiplin, telat ini salah itu, tidak tepat ini itu. Toh tidak disiplin yang manusiawi tentu masih bisa ditolerir.

Dan setiap kali saya menyadari, itulah kemanusiaan kita. Disiplin harus dibangun dari diri kita sendiri.

  1. Berapa banyak penulis yang sudah memiliki kerangka kerja yang rapi dan sudah disepakati dengan klien, lalu ketika dalam proses penulisan menjadi mangkir dari draft. Itu terjadi karena dalam menulis, dia memikirkan lagi ini kalau begini mestinya begitu dan seterusnya. Lalu lupa pada kerangka kerja yang disepakati.
  2. Disiplin juga berkaitan dengan masalah revisi. Beuuuh, revisi naskah itu lebih melelahkan dan lebih memusingkan daripada bikin naskahnya.

Kalau anda sudah masuk industry penulisan, revisi adalah hal yang sebisa mungkin dihindari. Toh, tak ada karya yang “sempurna” tanpa revisi.

  1. Sekali anda tidak disiplin dalam revisi atau bahkan tidak merevisi, ya tidak apa-apa.

Naskah anda —kalau buku, mungkin tidak akan diterbitkan atau dipublikasi. Kalau scenario, mungkin direvisi orang lain dan anda tidak akan dipakai lagi. Sesimpel itu kalau di industry.

  1. Disiplin juga berkaitan dengan deadline. Selamanya dalam industry pasti ada yang namanya deadline. Kalau deadline 4 Oktober, sebenarnya itu pasti masih ada 7 Oktober. Namun jadi penulis lebih baik memiliki deadline pribadi. Kalau diminta 4 Oktober, ya deadline lah 1 Oktober.

Anda bisa istirahat satu hari, lalu tanggal 3 Oktober memeriksa salah ketik dan lain lain administrative, baru menyetorkan ke pihak yang berkaitan. Aman dan tenang.

  1. Disiplin juga perlu untuk masalah honor dan uang. Karena sudah terbiasa kerja tidak menentu dengan orang-orang yang sering kali baru juga; saya tidak terbiasa meminta uang muka.

Oke, begitu hitung hitungan disepakati dan naskah selesai, maka saya akan memberitahu klien untuk mengirim uang seluruhnya dan atau sesuai kesepakatan.

Baru naskah akan saya kirim dan proses revisi kami selesaikan. Jadi, tidak ada alasan kita tidak dibayar klien.

Kalau mereka tidak bayar, ya tidak apa-apa. Saya tidak mati karena orang yang mangkir janji.

Naskah bisa disetor untuk model kerja lainnya. Uang royalty yang sering tak seberapa, tetap harus dikelola dengan disiplin.

Karena kalau anda tidak peduli dengan yang sedikit, bagaimana anda bersyukur dan Tuhan akan kasih yang besar?

  1. Sejatinya penulis memang harus disiplin dalam banyak hal. Termasuk urusan kesehatan. Ketidakadaan jaminan dan kepastian semestinya membuat masing masing sadar, bahwa mengatur hidup sebaik baiknya adalah tugas yang tidak bisa dianggap ringan.

Namun kalau terbiasa ya mudah saja, lempeng saja. Tidak ada yang sulit kalau kita melakukan dengan kesadaran pribadi.

  1. Tanpa disiplin, ada peluang seperti apapun bagusnya anda tidak akan bisa memanfaatkan.

Karena peluang di industry penulisan selalu berkaitan dengan naskah yang jadi. Lah, kalau anda tak punya naskah jadi karena tidak disiplin, apa yang mau ditawarkan?

  1. Bukan ranah dan wewenang saya pula untuk mendisiplinkan anda. Karena sudah dewasa dan memiliki kesibukan yang berbeda.

Hanya perlu konsisten saja menulis itu. 10-30 menit setiap hari. Lalu naskah selesai.

  1. Tak usah ngotot seperti yang banyak dituntut mentor penulisan sehari harus menulis sekian halaman. Bahkan menulis ebook dua hari jadi, lhah itu menulis apa? Copas dari mana saja?

Nulis cerpen saja (6-10 hlm), dua hari belum tentu jadi. Terus disuruh pernyataan segala hari ini tanggal itu mo jadi penulis, lha yang begitu itu yo nggo opo kalau versi saya. Untuk apa itu?

Menulis bukan sesuatu yang harus dideklarasikan ke khalayak.

  1. Baru kalau anda sudah punya karya itu harus dideklarasikan ke mana-mana, agar mereka beli dan kantong anda gendut dengan royalty.

Bukan proses menulisnya. Bukannya apa-apa, bisa bisa justru ide ide anda yang dishare di public itu dicuri orang. Anda belum selesai tulis, yang setipe sudah beredar luas di pasaran.

Disiplinlah. Karena itu yang bisa menyelamatkan eksistensi sebagai penulis yang baik dan professional.

Pesan buku-buku Kinoysan bisa wa.me/6281380001149.

Ari Kinoysan Wulandari

Tips Menulis dari Salah Satu Guru Saya

Pesan buku cetak dan bertandatangan bisa wa.me/6281380001149.

Sebenarnya, setiap guru selalu memiliki keunikan. Beragam guru yang saya ikuti, selalu saja berbeda caranya satu sama lain dalam menulis. Namun pada intinya, mereka menginginkan hal yang sama: TULISAN BAGUS dan DISUKAI sehingga memiliki NILAI JUAL TINGGI. Berikut ini beberapa tips yang mungkin juga cocok untuk kita.

Miliki buku catatan.
Bukan sekedar “Buku Catatan”, tapi pastikan yang berkualitas sesuai dengan kesenangan anda. Milikilah beberapa buku catatan yang secara khusus hanya membahas satu hal.

Misalnya ada buku catatan khusus tentang IDE, anda bisa mencatat semua ide tersebut di buku A, misalnya. Ketika anda menggarap satu cerita, catatlah semua hal tersebut di buku B, misalnya; dan seterusnya. Bila anda memiliki banyak proyek penulisan, sediakan sejumlah buku yang berbeda.

Pilih topik dan mulailah menulis.
Topik bukan sekedar ide. Anda harus melengkapinya dengan sekitar konflik, plot, setting, dll. Tidak harus kompleks dan rumit. Topik sederhana pun bisa jadi bagus, asal penggarapan luar biasa.

Buatlah garis besar, sinopsis global, kerangka karangan.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, anda harus menyempurnakan topik dengan mengisi karakter utama, lokasi, waktu, suasana hati, dll.

Mulai menulis draft pertama.
Ini biasa disebut tulisan “ceroboh” atau asal jadi, asal selesai. Biarkan saja. Tidak pernah ada cerita, tulisan yang besar dan menginspirasi, mega bestseller, ditonton jutaan manusia yang dibuat dan diselesaikan hanya dalam draft pertama. Jadi, santai saja. Selesaikan cepat tulisan anda. Seceroboh apapun, tidak jadi masalah.

Jangan takut dengan ide baru.
Ketika sedang menulis draft pertama, mungkin saja tiba-tiba anda memiliki ide cemerlang tentang bagaimana ending cerita tersebut.

Berhentilah sejenak menulis draft awal anda, dan tuliskan ide ending tersebut di buku ide. Jangan biarkan ide sia-sia.

Biarkan cerita membimbing anda. Ini draft pertama. Segala sesuatu bisa saja tidak terduga, tetapi menjadi sangat menarik. Biarkan saja. Tulislah sampai selesai.

Selesaikan draft pertama sesegera mungkin.
Ini sangat penting agar anda tidak kehilangan “mood” untuk menyelesaikannya. Naskah yang terlalu lama, sering membuat kita malas untuk kembali menyentuhnya.

Rincian cerita.
Setelah selesai draft pertama, anda bisa membaca dan merinci semua cerita. Anda yang akan membuat karakter lebih nyata dan terpercaya. Tulislah sampai akhir.

Pada saat anda selesai dengan draft kedua, anda akan memiliki semua informasi tentang cerita, karakter, plot utama, dan subplot.

Bacalah dengan objektif.
Ada banyak penulis yang TAKUT membaca karyanya. Padahal, ini sangat membantu untuk MENYEMPURNAKAN tulisan.

Kalau tidak bisa objektif, carilah orang terpercaya yang pendapatnya anda hormati dan anda terima dengan senang hati.

Menulis draft akhir.
Menurut sebagian guru saya, sebaiknya naskah sebelum diserahkan kepada pihak lain (media, penerbit, PH, klien, dll) seharusnya lebih kurang sudah disempurnakan tiga kali dalam penulisannya; draft 1 asal selesai, draft 2 untuk merinci dan membenarkan kesalahan cerita, draft 3 untuk penyempurnaan terbaik.

Baru setelah draft 3 itulah naskah boleh diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan komersial. Jangan pernah sekali-kali menyerahkan draft 1 anda kepada pihak lain untuk kepentingan komersial, pasti banyak DITOLAK karena banyaknya lubang (kekurangan) dalam naskah.

Selamat menulis. Semakin banyak anda menulis semakin banyak anda berlatih, keterampilan menulis anda akan semakin baik.

Ari Kinoysan Wulandari

Penulis Buku? Jangan Alergi Jualan Buku!

Pesan buku cetak dan bertandatangan bisa wa.me/6281380001149.

“Jualan buku?”

Begitu tanya seorang Bapak ketika saya di kereta mengeluarkan buku-buku. Niatnya mau saya pindahsatukan ke tas yang lain. Biar lebih ringkas dan bisa saya letakkan di kompartemen atas kursi.

“Oh iya, Pak. Bapak mau lihat-lihat?”

Saya balik bertanya dan mengeluarkan semua buku yang saya bawa. Satu per satu dan saya mulai menceritakan isi materinya; kelebihan-kelebihan dan harganya.

Beliau menunjuk beberapa dan bertanya apa bisa transfer. Jual beli terjadi. Saya tidak menyebut sama sekali kalau saya penulisnya.

Tapi yang saya ingat adalah komentarnya, “Biasanya orang jual buku nggak ngerti apa isi bukunya.” Sampai kami berpisah, beliau tidak tahu kalau saya penulisnya. Tidak apa-apa. Karena yang terpenting beliau membeli buku saya😀

Saya sudah lebih sering menutup mulut untuk menyebut bahwa saya penulis buku tertentu saat berhadapan dengan calon pembeli. Karena itu “sering kali” tidak penting bagi pembaca dan atau pembeli buku. Bagi penerbit pun kadang yang terpenting, bukunya laris atau tidak.

Yach, saya menjadi penulis sedari belia hingga sekarang. Menekuni ruang sunyi demi hasil karya terbaik. Menulis memanglah kerja tenang yang tidak beribetan dengan pihak lain.

Industri membuat saya harus keluar dari kesunyian itu. Berbicara, mengajar, melatih, menjual, menceritakan, mendongeng, mempresentasikan, mempromosikan, dll demi semua produk terjual dengan baik. Karena mau sehebat apapun karya kita, tulisan kita, kalau ia tidak terjual pasti akan mematikan kreatornya. Penulis termasuk di antaranya.

Kesadaran itulah yang membuat saya membawa buku ke mana-mana; bahkan saat saya tidak niat jualan. Dan mungkin itu juga sebabnya dari sekian banyak penulis, alhamdulillah saya bertahan lempeng di tengah gempuran ekstrim kecanggihan kerja AI yang bisa mematikan semua kreativitas dan porak porandanya industri perbukuan cetak kita.

Toh selalu ada sisi baik. Versi saya itu kemudahan dan kecanggihan yang membantu kinerja. Dan tentu saja, saya tetap menulis, tetap mempromosikan buku, menjual buku, terus mengisi kelas, belajar mengajar, book signing, berbagi tips penulisan lewat media massa, teve, radio, medsos dll sebagai bagian kerja penulis profesional.

Bagaimana dengan kamu? Sudah pernah membawa dan menjual bukumu ke mana saja? Oh iya, kalau kamu jadi penulis buku, pesan saya jangan alergi jualan buku. Kamu nggak harus jadi ahli marketing kok.

Cukup ceritakan saja bukumu pada pihak pihak yang tertarik. Kamu hanya perlu lebih rajin menampakkan bukumu pada pihak lain. Caranya juga nggak harus hard selling, bisa dengan mengisi kelas, lomba resensi, bedah buku, book signing, menceritakan kembali, dll. Mereka membeli atau tidak, itu bukan hal yang perlu kita jadikan beban. Sayang kan kalau misalnya ada orang yang pingin beli bukumu, tapi nggak tahu di mana caranya? Tugas penulis saat menulis memang bertenang diri, tapi saat karyanya sudah jadi harus beramai diri untuk promosi 😀
.

Ari Kinoysan Wulandari

Tema-tema Klise

Pesan buku cetak dan bertandatangan bisa wa.me/6281380001149.

Apakah ada yang benar-benar baru dalam dunia penulisan? Kreativitas industri penulisan sudah sama tuanya dengan tradisi tulis menulis yang kita kenal. Segala model cerita kehidupan dapat kita temukan dalam berbagai kisah di novel, film, series dll bentuk karya manusia.

Kisah-kisah klise pun tidak kurang jumlahnya. Toh selalu ada kisah setipe yang klise sekaligus menjadi hits di mana-mana. Lalu tema klise seperti apa sih?

Klise itu kalau temanya sudah umum, tidak ada sesuatu yang baru, biasa, dan cenderung basi.

Contoh klise, kalau ceritamu membahas:

  1. Cowok/cewek urakan jadi alim.
  2. Bintang basket pacaran sama primadona sekolah.
  3. Sahabat jadi pacar.
  4. Mantan yang mengacau.
  5. Orang mau mati menemukan pencerahan.
  6. Putus cinta dan musuhan.
  7. Orang kaya jatuh cinta sama orang miskin (sinetron banget).
  8. Gadis miskin cantik baik hati bertemu lelaki sempurna, menikah, bahagia.
  9. Perjodohan.
  10. Serba sempurna; cantik, pinter, kaya, salih, tabah, ngerti trend, nggak ada cela; dikelilingi orang-orang sempurna pula (ini nggak manusiawi banget).

Apa tidak boleh menggunakan tema klise? Boleh banget… Asal, kemasan cerita beda, penulisan kamu keren, info kamu penting…. dari keseluruhan cerita jadi oke, menarik, dan menyenangkan.

Cerita klise yang oke misalnya seri Twilight; Throught the Glass, Darkly; Alice in the Wonderland; Cinderella; Boy Meet Girl; dll yang bisa kamu tambahkan sendiri dengan mudah.

Menulis memang tidak harus yang ribet. Yang simpel saja, yang dekat, yang dikenali, yang dikuasai; tapi pastikan menulisnya dengan cara yang bagus dan menyenangkan.

Happy Writing, Be a Good Writer 🙂
Ari Kinoysan Wulandari

Memilih Energi Positif

Gambar hanya sebagai ilustrasi. Dokumentasi Ari Kinoysan Wulandari.


Dari hari ke hari, platform sosmed kita semakin beragam. Banyak pilihan, banyak fasilitas, banyak kemudahan. Pemerintah yang membebaskan kita mengakses semua platform itu nyaris tanpa kontrol, membuat ruang sosmed seperti hutan belantara. Penuh potensi, sekaligus penuh bahaya. Kita sendirilah yang harus memilih jalan aman dan selamat.

Sosmed itu ruang publik yang bebas. Siapa saja bisa ngomong, posting, komentar tanpa sensor. Toh bebas itu bukan berarti tanpa aturan. Siapa saja yang bebas kebablasan pasti ujungnya bermasalah. 😃

Jadi, tugas kita sebenarnya itu melakukan sensor mandiri atas postingan kita, teman kita, hingga komen-komen yang mampir di rumah kita. Kita yang berhak menentukan model postingan apa yang mau kita lihat dan ikuti 😊

Pada awalnya, saya mengkonfirmasi siapa saja yang berteman, membebaskan orang mengirimkan apapun lewat beranda. Tapi lama-lama kok saya jadi ikutan capek hati melihat segala energi negatif (kemarahan, keluhan, kenyinyiran, fitnah, hoax, ujaran kebencian, dll).

Pelan-pelan saya mulai bersih-bersih dengan fasilitas blokir. Termasuk tidak mau ada energi negatif di komentar. Bahkan untuk mereka yang saya kenal di dunia nyata, kalau sibuk ngajak perang di sosmed, mending nggak berteman 🙏 *Eh, kalau kamu ngelakuin ini pastikan kamu nggak punya utang ya 😂

Dan akhirnya sosmed saya menjadi lebih ramah, lebih positif. Saya lebih senang melihat postingan gembira orang piknik, olahan masakan, piaraan, tanaman, prestasi, karya-karya, kenaikan karir-pangkat jabatan, dll hal bahagia.

Mereka pamer? Ya biar to… kan itu di sosmed mereka sendiri. Kenapa kamu yang ribet 😄😅 Senang lihat, like, komen. Nggak senang, yo lewatkan aja.

Kalau saya, asal positif kebanyakan saya like… soalnya pas like saya ikutan berdoa; Tuhan kasih saya juga yang baik seperti itu 😍😍 Dan ada banyak yang sudah dikabulkan Tuhan.

Sama-sama mikir, nulis, ngomong, yang baik baik ajalah. Kalau terwujud jadinya enak dan senang 😍

Bagaimana dengan sosmedmu? Sudah kamu bersih-bersihin? 🤔
.
Ari Kinoysan Wulandari